dakwatuna.com B
etapa mirisnya wajah Indonesia yang
hampir tiap hari disajikan televisi melalui siaran berita, seperti kasus
pemerkosaan, tawuran, dan tindakan-tindakan kriminal yang seringkali
menyebabkan jatuhnya korban, baik itu korban luka-luka hingga berujung
kematian. Yang membuat lebih miris dari semua itu adalah usia para
pelaku yang masih berstatus pelajar. Bahkan banyak di antara mereka
masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Terbesit banyak pertanyaan dalam
benak kita, “Ada apa dengan anak bangsa ini?” Marilah kita sebagai orang
tua dan guru yang hakikatnya sama-sama berperan sebagai pendidik untuk
merenungkan sejenak masalah ini hingga akhirnya tumbuh kepedulian tuk
merubah wajah anak negeri.
Setiap anak yang tumbuh dan berkembang,
sebelum ia mengalami proses pendidikan di sekolah, sejatinya berasal
dari rumah tempat ia menjalani hari-harinya bersama keluarga. Karena itu
orangtualah yang memegang peran yang sangat penting dalam hal
pendidikan anak, walaupun ada beberapa kondisi yang menyebabkan anak
tidak bisa mendapatkan pendidikan dari orang tuanya, seperti anak yatim
piatu semenjak lahir, anak yang dibuang oleh orang tuanya dll. Tetapi
dalam kondisi normal, orang tua merupakan pendidik anak yang pertama dan
utama. Bahkan dalam Al-Qur’an serta Sunnah banyak sekali ditegaskan
tentang pentingnya mendidik anak bagi para orang tua. Anak yang terdidik
dengan baik oleh orang tuanya akan tumbuh menjadi anak yang pandai
menjaga dirinya dari pengaruh buruk lingkungan, karena ia telah dibekali
oleh ilmu tentang hidup dan kehidupan yang di dalamnya terdapat ilmu
yang paling bermanfaat yaitu ilmu agama.
Banyak sekali
sekolah-sekolah yang memfasilitasi kita untuk menjadi seperti apa yang
kita cita-citakan walaupun tidak selalu terwujudkan, ingin menjadi
dokter ada sekolahnya, ingin menjadi guru juga ada sekolahnya begitupun
dengan Profesi lain. Tetapi adakah sekolah untuk menjadi orang tua?
Padahal setinggi apapun karier kita dalam profesi tertentu, sejatinya
kita akan tetap menjalani fitrah yang sama yaitu menjadi orang tua,
walaupun tidak semua orang ditakdirkan Allah SWT untuk dapat memiliki
anak, maka bersyukurlah bagi kita yang diamanahi Allah SWT anak-anak
yang menjadi penyejuk mata dan harapan di masa yang akan datang.
Setiap
orang tua harus senantiasa belajar tentang ilmu mendidik anak karena
tidak ada Sekolah khusus untuk menjadi orang tua. Tetapi banyak sekali
yang dapat memfasilitasi hal itu jika kita bersungguh-sungguh ingin
belajar menjadi orang tua yang baik, terutama di zaman ini dimana
perkembangan ilmu dan teknologi begitu cepat dan mampu menembus ruang
dan waktu. Orang tua yang memiliki bekal ilmu dalam mendidik anak akan
sadar tentang pentingnya pendidikan anak sejak usia dini bahkan sejak
anak masih berada di dalam rahim ibu, bahkan menurut penelitian, kondisi
ibu saat hamil sangat mempengaruhi akhlak anak, bila ibu mampu menjaga
diri dari makanan-makanan yang tidak halal dan juga perilaku-perilaku
yang tidak terpuji Insya Allah anak yang lahir akan menjadi anak yang
sholeh. Karena tidak ada bayi yang terlahir kecuali suci, namun ia
mencontoh dari orang tua, tontonan televisi/media, guru dan lingkungan
pergaulannya.
Peran Ayah
Selain faktor kondisi ibu, ada hal
lain yang tak kalah pentingnya dalam pendidikan anak sejak dini yaitu
peran ayah yang merupakan patner ibu dalam membentuk generasi yang
tangguh dalam menghadapi tantangan zaman. Sejak anak masih berada dalam
kandungan, peran suami dalam memberi dukungan serta kasih sayang pada
istrinya dapat mempengaruhi kondisi kehamilan, bayi yang berada dalam
kandungan ibu pun harus diajak berinteraksi oleh ayah dan ibunya sebagai
tahap awal dalam mendidik anak. Selain itu memperdengarkan ayat-ayat
Al-Qur’an juga terbukti dapat meningkatkan kecerdasan anak terutama
kecerdasan emosi dan spiritual.
Dalam program Make Indonesia
Strong from Home, seorang pemerhati anak yang biasa di panggil Ayah Edy,
mengajak kita untuk membentuk masyarakat yang beradab dengan dimulai
dari rumah kita masing-masing, dengan cara mendidik diri kita untuk
menjadi orang tua yang dapat mendidik anak-anak kita secara benar,
menjalankan kewajiban-kewajiban kita sebagai orang tua dan memberikan
apa yang menjadi hak anak-anak kita. Ternyata banyak sekali faktor yang
menyebabkan terjadinya masalah-masalah anak diantaranya kondisi rumah
yang tidak harmonis dimana orang tua mereka tidak dapat menjadi tempat
yang nyaman bagi mereka untuk mereka berbagi rasa. Bahkan tidak jarang
dari mereka yang mendapat kekerasan dari orangtuanya baik itu secara
fisik maupun secara psikis dan lebih memprihatinkan lagi diantara mereka
pun mendapatkan kekerasan seksual dari orangtuanya.
Hal-hal
itulah yang membuat karakter mereka menjadi cenderung senang berbuat
kekerasan, karena merekapun dibesarkan dengan kekerasan, jadi ada
semacam pelampiasan di mana mungkin mereka tidak dapat melampiaskannya
kepada orang tua yang telah memperlakukan mereka dengan kekerasan maka
mereka melampiaskannya kepada orang lain. Padahal Rasulullah adalah
manusia yang bersikap lemah lembut terutama pada anak-anak.
Kekerasan
yang di terima anak dari orang tuanya di rumah dapat menjatuhkan harga
diri anak sehingga membuat mereka mencari penghargaan dari lingkungan di
luar rumah terutama dari teman-teman. Mereka menjadi pribadi yang rapuh
dan labil, mudah terpengaruh dan melakukan apapun agar mendapatkan
pengakuan akan eksistensi mereka. Merokok agar dibilang hebat, bergabung
dengan sebuah komunitas agar dibilang gaul, berpenampilan aneh agar di
bilang trendy, hingga terjerumus dalam narkoba yang dianggap dapat
membuat segala masalah mereka menjadi hilang, dan pergaulan bebas untuk
mencari kasih sayang yang tidak mereka dapatkan di rumah kemudian
akhirnya berzina untuk mendapatkan kenikmatan sesaat. Naudzubillah.
Lingkungan
yang buruk membentuk anak menjadi seorang yang berkarakter buruk,
menyelesaikan masalah dengan kekerasan, dan dengan kekerasan mereka
menganggap masalah akan selesai padahal kekerasan yang dilakukan akan
menimbulkan kekerasan yang lain. Sebagai contoh adalah kasus tawuran
yang sekarang ini marak terjadi, kebanyakan pemicunya adalah kekerasan
yang dilakukan baik itu berupa bullying yang diterima oleh seseorang
baik itu berupa ejekan, hinaan, maupun kekerasan fisik yang berujung
timbulnya rasa solidaritas dari komunitas orang itu untuk melakukan
pembalasan terhadap apa yang dilakukan pada teman mereka kemudian
terjadilah penyerangan yang selalu berkelanjutan. Andai mereka tahu
bahwa kekerasan tidak pernah dapat menyelasaikan masalah bahkan hanya
membuat masalah yang baru.
Peran Guru
Begitupun dengan
pentingnya peran guru dimana anak-anak itu bersekolah, begitu kagetnya
kita saat melihat di televisi ada oknum guru yang melakukan kekerasan
pada anak didiknya ditambah sistem pendidikan yang terlalu fokus pada
nilai ujian ketimbang penanaman nilai akhlak. Guru yang seharusnya
menjadi orang yang di gugu dan ditiru terkadang belum memahami betapa
mulia tugas yang di embannya yaitu sebagai pendidik generasi.
Selama
ini banyak dari para guru hanya menjalankan tugasnya sebagai pengajar
bukan sebagai pendidik. Bagi mereka yang terpenting target kurikulum
sudah mereka sampaikan pada anak didik tanpa memberi ruh pada setiap apa
yang mereka sampaikan. Karena itu negeri ini merindukan hadirnya
guru-guru seperti bu Muslimah dalam Film Laskar Pelangi, Ustadz Salman
dalam Negeri Lima Menara dan guru-guru lain yang ternyata ada dalam
kehidupan nyata dan mampu menginspirasi anak-anak didik mereka tuk
menjadi sukses.
Tampaknya pemerintah pun perlu belajar dari
negeri-negeri lain seperti Jepang yang begitu menghargai profesi guru
sehingga diharapkan dengan penghargaan yang layak, guru-guru negeri ini
dapat termotivasi tuk lebih maksimal lagi dalam meningkatkan kualitas
diri mereka sebagai pendidik dan tak lagi sibuk berdemo untuk meminta
kenaikan gaji karena kesejahteraan hidup mereka yang kurang, sementara
itu anak-anak murid mereka menjadi terbengkalai hak-haknya untuk
mendapatkan pendidikan.
UAN Bikin Stres
Wajah anak-anak negeri
inipun dipenuhi dengan beban-beban psikis tak hanya mereka dapatkan
dari rumah tetapi dari sekolah yang menerapkan sistem Ujian Akhir
Nasional (UAN) yang membuat mereka stres, jika dibandingkan dengan
negara Finlandia yang merupakan negara dengan sistem pendidikan terbaik
No 1 sedunia. Maka Indonesia harus belajar bagaimana negara Finlandia
menerapkan ujian nasional berupa ujian moral bukan ilmu pengetahuan umum
seperti di negara kita. Untuk Ilmu Pengetahuan Umum, pemerintah mereka
menyerahkannya kepada sekolah masing-masing karena dianggap sekolahlah
yang paling mengetahui sejauh mana materi yang telah disampaikan oleh
para guru dan sejauh mana kemampuan anak didik mereka.
Tetapi
sistem pendidikan yang diterapkan oleh pemerintah Finlandia sangat
berpengaruh pada karakter warga negaranya, di Finlandia jika mereka
tidak sengaja menyenggol orang ketika sedang berjalan maka mereka akan
langsung meminta maaf bandingkan dengan di negara kita banyak kasus
perkelahian yang terjadi hanya karena tidak sengaja menyenggol
seseorang. Untuk urusan tindak kriminal pun di Finlandia memiliki
presentase yang terendah, bahkan katanya walaupun kita memparkir
kendaraan kita tanpa menguncinya, kita tetap merasa aman. Subhanallah,
bukankah wajah negeri seperti itu yang seharusnya menjadi wajah
Indonesia dimana mayoritas warganya beragama Islam?
Mari
perhatikan anak-anak yang harus mengikuti sistem pendidikan negara ini,
menjelang UAN mereka tampak stress, berbagai ritual mereka ikuti mulai
dari teriak massal yang diyakini dapat membuang stress dan menciptakan
rasa lega, bahkan diantara mereka mengikuti ritual yang bernuansa
klenik. Tidak selesai di situ, pada saat UAN tiba beberapa sekolah
tertangkap tangan sedang memberikan contekan demi meluluskan anak
didiknya. Bagaimanakah anak-anak negeri ini dapat menjadi wajah penuh
kebaikan jika hidup dalam lingkungan yang keras dan penuh ketidak
jujuran, orang tua dan guru yang mestinya menjadi teladan kebaikan
tetapi malah mengajarkan hal yang sebaliknya.
Masih lekat dalam
ingatan kita tawuran yang terjadi antara pelajar SMK Kartika Zeni dan
SMA Yayasan Karya 66 . Akibat tawuran itu satu orang pelajar tewas.
Beberapa tersangka tawuran berhasil diamankan oleh pihak berwajib, saat
Menteri Pendidikan M.Nuh bertanya kepada salah seorang pelaku pembunuhan
tentang bagaimana perasaannya, dengan santainya ia menjawab “ saya puas
telah membunuhnya.” Satu hal lagi yang perlu kita ketahui, bahwa pelaku
tawuran yang membunuh rekannya sesama pelajar di Bulungan merupakan
siswa yang semasa SMP selalu mendapatkan peringkat pertama di
sekolahnya. Ternyata kepintaran siswa/I kita tidak lantas menjadikan
mereka pribadi yang berakhlakul karimah.
Semua masalah yang
terjadi pada anak-anak negeri ini bagaikan mata rantai yang saling
berkaitan satu sama lain. Karenanya sebagai orang tua, guru dan juga
pemerintah harus saling mendukung dalam hal pendidikan anak. Peran orang
tua adalah menjadi pendidik anak yang utama, dan harus diingat bahwa
mendidik anak bukan hanya tugas seorang ibu, tetapi kehadiran seorang
ayah dalam hal mendidik anak juga tidak kalah pentingnya. Bukankah di
dalam Al-Qur’an begitu banyak ayat-ayat yang mengabadikan kisah para
ayah yang mendidik anaknya untuk senantiasa beribadah kepada Allah SWT
diantaranya kisah Lukman dengan anaknya serta Nabi Ibrahim as dengan
Nabi Ismail as anaknya.
Sementara yang terjadi pada saat ini
banyak anak-anak kita kehilangan figur seorang ayah, bagi mereka ayah
adalah sosok yang harus ditakuti, karena ayah menempatkan diri hanya
sebagai pemberi nafkah dan orang yang memiliki kekuasaan atas istri dan
anak-anaknya bukan sebagai teladan yang dapat dijadikan sahabat untuk
berbagi sehingga tercipta suasana penuh keakraban yang membuat anak
merasa aman dan nyaman. Ibu dan ayah hendaknya selalu meluangkan waktu
membuka komunikasi dengan anak, mendengarkan pendapat serta perasaan
anak, berdiskusi dengan anak tentang perilaku baik dan buruk serta
konsekuensinya, dan semua itu harus dikemas dalam nilai-nilai agama yang
berorientasi pada akhirat.
Sebagai orang tuapun hendaknya
menjadikan rumah sebagai tempat dimana anak merasa nyaman sehingga
kemanapun anak pergi, ia dapat merasakan kerinduan untuk kembali ke
rumah karena di rumah ia mendapatkan apa yang ia butuhkan, dan rumah
yang ternyaman adalah rumah yang senantiasa menghadirkan Allah SWT di
dalamnya, rumah yang menjadi Baiti Jannati, surga sebelum surga yang
sebenarnya. Jika orang tua selalu menghadirkan Allah SWT dalam diri
anak, maka anak akan selalu merasakan pengawasan Allah SWT dalam setiap
tindak tanduknya.
Oleh sebab itu sebagai orang tua marilah kita
sama-sama memperbaiki pola asuh kita, anak adalah amanah Allah SWT yang
akan kita pertanggung jawabkan di hadapanNya kelak. Begitupun peran guru
yang menjadi pengganti orangtua di sekolah, guru pun memiliki peran
penting dalam membentuk akhlak anak didiknya dan pemerintah harus
memberikan perhatian yang besar dalam memperbaiki sistem pendidikan yang
lebih ramah anak dan lebih menitik beratkan kepada Nilai Akhlak dan
Moral.***Wallahu a’lam.
No comments:
Post a Comment