Visi SD Alam Al Ghifari Blitar

“Menjadi Sekolah Terdepan dalam Membentuk Generasi yang Berakhlak Mulia, Mandiri, Berprestasi yang Memiliki Wawasan Lingkungan Hidup dan IPTEK ”

MENCETAK ANAK CERDAS DUNIA AKHIROT


Assalamu’alaikum Wr Wb
Alhamdulillah Segala puji dan Syukur bagi Allah, Rabb sekalian alam. Sholawat dan salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah SAW beserta keluarga, sahabat serta seluruh umat Islam hingga akhir zaman. Dan teriring doa semoga Bapak/Ibu beserta keluarga dalam keadaan sehat.
Anak cerdas adalah dambaan setiap orangtua. Saat di dunia mereka menjadi permata hati yang melipur segala lara, dan di Akhirat kelak mereka adalah teman yang menyenangkan di dalam Surga. Jika anda berminat memilikinya, pastikan, setidaknya Anda mengawalinya dengan paradigma yang benar tentang anak cerdas!
            Sampai dengan hari ini, masih banyak orangtua dan guru yang salah kaprah tentang apa itu anak yang cerdas. Simak kasus berikut! Saat pengambilan raport cawu II kelas I SD X, ibu A kelihatan ceria dan sumringah. Senyumnya manis sekali. Meski raport anaknya telah ditangan, ibu A tidak langsung pulang. Ia menyempatkan diri mengobrol dengan ibu-ibu lain yang masih menunggu giliran. Lain halnya dengan ibu B, ia kelihatan lesu dan sedih. Segera setelah mengambil raport  anaknya, ia bergegas pulang. Sama sekali tidak dihiraukannya ajakan ibu-ibu lain untuk kumpul-kumpul sebentar.
 Mengapa ibu A gembira dan ibu B bersedih? Selidik punya selidik, ibu A tampak gembira karena anaknya menduduki rangking 1 di kelas dengan nilai-nilai yang menakjubkan. Sementara ibu B merasa sedih saat mengetahui anaknya hanya berada dalam urutan kelima dari bawah. Fenomena semisal di atas cukup sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Orangtua merasa bangga jika anak berhasil meraih peringkat dan bersedih, bahkan malu bila anak memiliki nilai di bawah rata-rata. Seolah-olah rangking dan nilai anak di raport adalah cerminan masa depan anak. Demikian pentingkah artirangking bagi orangtua dalam mengukur kecerdasan anak? Apa sebenarnya makna kecerdasan? Mungkinkah orangtua dan guru mencetak anak cerdas dunia akhirat sekaligus?
CERDAS DUNIA AKHIRAT
Menurut Dr. Arief Rachman, Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNICEF, kecerdasan adalah kemampuan untuk mengolah sehingga dapat mengerti perbedaan, membuat daftar prioritas, menyelesaikan masalah, membentuk jaringan, mengasosiasikan dan bisa mempunyai daya ingat yang kuat, mempunyai kemampuan untuk percaya, berpegang teguh pada prinsip , dan banyak lagi kemampuan yang lain.  Saat ini dikenal beberapa jenis kecerdasan,yaitu: kecerdasan spiritual (SI), kecerdasan emosional (EI), kecerdasan intelektual (IQ),dan kecerdasan sosial. Kecerdasan tersebut kata pakar pendidikan, berakar dari potensi kalbu, potensi syaraf, potensi otak dan potensi sosialisasi. Optimalisasi semua potensi tersebut akan menghasilkan sosok manusia yang seimbang otak kiri dan otak kanannya, menjadi hamba Alloh yang patuh kepada agama, juga bisa sangat kreatif sebagai kholifah di dunia.   Posisi sebagai hamba dan kholifah ini akan selalu bereaksi, artinya, sekreatif-kreatifnya manusia, dia tidak akan keluar dari koridor kehambaan dia sebagai hamba Alloh. Orang yang cerdas adalah orang yang bisa meningkatkan potensi-potensi spiritual, emosional, intelektual dan sosialnya tanpa keluar dari aturan main yang telah ditetapkan oleh Alloh swt. Dengan kata lain, ia menjadi manusia yang cerdas dunia akhirat. Dr. Seto Mulyadi, pemerhati dan praktisi masalah anak, mengistilahkan dengan anak yang cerdas logikanya, cerdas perasaannya dan cerdas hati nuraninya.
            Berdasarkan penelitian mengenai syaraf manusia, diketahui Intellegence Quotient merupakan hasil pengorganisasian saraf yang memungkinkan manusia berpikir logis, rasional dan taat asas. Sedang Emotional Intellegence membuat kita mampu berpikir asosiatif dan mengenali pola-pola emosi, EI harus dimiliki sebagai prasyarat untuk mengoptimalkan IQ. Manusia membutuhkan kecerdasan spiritual (SI) untuk menjawab persoalan hidup. Bahkan diketahui,bahwa SI lah yang mampu mengoptimalkan IQ dan EI seseorang. Pendek kata, jika kita menginginkan IQ,dan EI anak berkembang optimal, mulailah dengan mengasah kecerdasan spiritualnya.
RUMAH DAN SEKOLAH, AYO SALING DUKUNG
             Bagaimana cara mengoptimalkan kecerdasan anak? Kuncinya yang pertama adalah ketaatan kedua orangtuanya pada Alloh swt, mulai anak dikandung, dilahirkan sampai dibesarkan.”Sejauh mana anak itu berada di dalam suatu rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warahmah.” Kunci yang kedua adalah optimalisasi dan pengembangan kecerdasan ini secara sistematis di sekolah. Jadi, rumah dan lembaga pendidikan adalah basis untuk kesuksesan hidup seseorang di masyarakat. Karena itu,yang diharapkan adalah peran orangtua dan sekolah dalam memberikan rangsangan pada anak untuk memunculkan potensi tersebut. Misalnya, anak harus diberikan cinta dan kasih sayang supaya dia belajar mencintai orang lain, anak harus dibesarkan dengan akal sehat supaya dia bisa menganalisa,dibesarkan dengan nilai sosialisasi supaya tumbuh bermasyarakat. Demikian juga orangtua harus menjaga fitrah anak, menjaga potensinya untuk merasakan kebesaran Alloh dan mengikuti Rosululloh saw.
ANAK CERDAS DUNIA AKHIRAT BUKAN UTOPIA
          Optimalisasi kecerdasan anak, tidak tergantung pada materi dan fasilitas tapi pada mentalitas AKU (ambisi, kemauan dan usaha) orangtua dan sekolah dalam mencetak anak-anak cerdas dunia akhirat. Yang dibutuhkan adalah cinta, pemahaman bagaimana sebenarnya anak itu belajar yang sesungguhnya, keinginan untuk menghabiskan lebih banyak waktu bersama, keinginan untuk terus mencari cara-cara mengajar yang menarik yang interaktif dan kooperatif, sesuai fitrah anak dan kerjasama antara sekolah, keluarga/rumah dan masyarakat.Jadi, mengapa harus bersedih? Anak-anak masih memiliki banyak kesempatan untuk mengukir dirinya menjadi apapun. Tugas kita sebagai orangtua dan guru adalah mengoptimalkan potensi fitrohnya (SI) hingga ia berkembang optimal menjadi anak cerdas dunia akhirat. Percayalah, ini bukan mimpi! ALLOHU AKBAR…

By. Zuliati

0 komentar:

Post a Comment