Visi SD Alam Al Ghifari Blitar

“Menjadi Sekolah Terdepan dalam Membentuk Generasi yang Berakhlak Mulia, Mandiri, Berprestasi yang Memiliki Wawasan Lingkungan Hidup dan IPTEK ”

Guru-guru SD Alam Al Ghifari

Alhamdulilllah...SD Alam Al Ghifari memiliki ustadz/ ustadzah tangguh dan bisa menjadi panutan yang baik bagi anak didiknya. Cheeeeeeeeeeeesssssssss...tetap narsis ya. (^_^).

Market Day Melatih Jiwa Bisnis Anak

Kegiatan ini membantu melatih anak untuk bisa berwirausaha, berjiwa sosial, bersikap cermat, teliti dan ekonomis.

Menanam Ciri khas Sekolah Alam

Menanam tidak hanya menumbuhkan minat anak untuk mencintai tanaman tetapi juga membantu perkembangan psikologisnya.

Kegiatan Ektra wajib Pramuka SIT

Bersifat fleksibel dan berkembang sesuai dengan kemajuan zaman dengan tujuan mencapai kemandirian, kedisiplinan, jiwa sosial tinggi dan menciptakan leadership yang luar biasa.

Outbond Melatih Karakter Tangguh

Menciptakan jiwa yang tangguh, semangat luar biasa, dan berani menghadapi tantangan.

LIVE IN Melatih Jiwa Sosial Tinggi

Menyadari bahwa manusia adalah makhluk sosial sehingga dalam kehidupan ini dibutuhkan berbagi dengan orang lain.

Life Skill Melatih Bakat Anak

Menumbuhkan rasa percaya diri anak bahwa dalam dirinya tersimpan berjuta bakat yang luar biasa.

Ekstra INKAI

Melatih pertahanan diri, konsentrasi disiplin dan semangat.

Ekstra Sepak Bola

Semangat pantang mundur, menjadi generasi bangsa yang luar biasa.

Ekstra MC (Master of Ceremony)

Melatih Kepercayadirian dan kemandirian.

8 Jurus meraih yang terbaik

Sering kali dalam kehidupan ini kita ingin melakukan sebuah perubahan tetapi tidaklah jarang kita kembali lagi pada posisi semula, karena sebuah metode yang salah sehingga kita tidak mampu untuk membiasakan sebuah aktivitas positif tersebut. Kita kadang terlalu rakus ingin berubah seketika sehingga semua cara kita lakukan yang akhirnya semua rencana kita hanya berjalan satu-dua hari dan paling hebat ya berjalan satu bulan saja. Setelah itu kembali lagi pada kebiasaan dan karakter yang lama lagi.

Nah, sebuah solisi yang menarik ketika dalam hati kita terbesit keinginan untuk menjadi lebih baik lagi dari karakter kita sekarang. Pada dasarnya sebuah perubahan adalah sebuah proses pembiasaan dari karakter baru yang kita ingginkan dan untuk membentuk karakter baru tersebut di butuhkan waktu yang panjang dengan komposisi pembiasaan yang dilakukan sedikit demi sedikit sesuai dengan porsinya, yang kemudian dilakukan evaluasi untuk mengetahui perlu tidaknya porsi tersebut di naikkan. Untuk memudahkan mensiasatinya, nah ada delapan jurus maut untuk melanggengkan sebuah komitmen kita, jurusnya apa? Nih saksikan dia adalah:

Jurus Pertama,
Pastikan niat yang kuat untuk berubah menjadi lebih baik dan tidaklah hanya di dalam hati saja. Sampaikan juga kepada seseorang. Alangkah baiknya kita ikrarkan di depan guru ngaji kita, orang tua kita, pasangan hidup kita, atau kepada orang yang kita anggap bisa memantau kita. Hal seperti itu biasa dilakukan kalangan sufi. jika mau mengamalkan ibadah tertentu, misalnya puasa Daud, seorang murid sufi membaiat gurunya. Namanya baiat amal. Dengan begitu si murid punya komitmen lebih. Jika tidak menjalankan baiatnya, yaitu puasa Daud, si murid bukan saja malu kepada Allah, tapi juga. malu kepada gurunya. Kan , begitu biasanya, orang lebih malu kepada manusia ketimbang malu kepada Allah swt.

Jurus Kedua,
Jangan serakah! Anda tidak boleh berkeinginan melakukan semua ibadah sekaligus. Bisa bisa semua kagak dilakuin. Ingat falsafah makan. Bayi tidak kita kasih makanan nasi lengkap dengan lauk pauk yang beraneka ragam. Tapi, dimulai dengan ASI dulu. Enam bulan kemudian baru dikenalkan dengan bubur. Setelah punya gigi, bubur tim cocok untuknya. Kalau udah jadi bocah, baru diberi makanan yang sama dengan orang tuanya. Itu pun bukan yang pedas pedas.

Begitu juga dalam beribadah. Mulailah satu per satu. Dari yang mudah dulu. Prinsipnya, biar sedikit yang penting awet. Dan, kalau perlu Anda harus punya ibadah gacoan. Eh ... . ini bener! Bilal bin Rabah masuk surga kan karena wudhunya gak putus putus. Kalau batal, wudhu lagi. Kisah tiga orang yang terperangkap di gua juga begitu. Mereka bertawashul dengan ibadah gacoan nya itu. Hasilnya, batu penutup pintu gua pun bisa disingkirkan.

Jurus Ketiga,
Buat check list atau media pemantau. Fungsinya untuk memantau kekonsistenan kita dalam ibadah. Jangan andalkan daya ingat. Contrengan di check list lebih akurat menggambarkan disiplin dan mood kita dalam beribadah.

Jurus Keempat,
Paksakan diri untuk selalu berdisiplin. Dalam situasi apa pun juga. Sebab, memanjakan diri sedikit saja dengan ketidakdisiplinkan persis dengan membuat lobang kecil di bendungan. Akibatnya, tentu saja bendungan itu akan jebol.

Jurus Kelima,
Cari teman yang punya komitmen yang sama dengan kita. Ini penting. Disamping untuk membentuk lingkungan yang kondusif, juga kita bisa melakukan aktivitas ibadah bersama sama. Siapapun tahu komunalitas bisa menguatkan niat. Dalam urusan yang negatif saja begitu. Misalnya, kalau bolos kuliah sendirian ada perasan bersalah. Tapi, kalau bareng bareng sepuluh orang perasaan itu hilang. Berantem sendiri sangat menyeramkan. Tapi, tawuran bersama teman satu sekolahan, lain lagi.

Begitu juga ibadah. Shalat tahajiud sendirian terasa berat nian. Namun, kalau bareng bareng lain pasti adu panjang bacaannya. Jadi, beribadah bareng teman banyak manfaatnya. Selain bisa menguatkan komitmen, juga bisa memvariasikan aktivitas. Misalnya, buka puasa bersama setiap hari kamis sambil setor hafalan Alquran atau hadits. Bisa juga shalat lail plus sahur Seninan bareng.

Jurus Keenam,
Usahakan saling pantau dengan teman. Check list kalau tidak ada yang ngontrol juga percuma dibuat. Kalau guru ngaji kita sibuk, sahabat kita pun bisa didayagunakan untuk memantau grafik, ibadah kita.

Jurus Ketujuh,
Lapangkan dada untuk menerima nasihat. Ini perlu. Sebab, biasanya orang salah atau lalai cenderung membuat seribu satu alasan. Itu biasa. Memang mekanisme pertahanan diri itu ada pada diri siapa pun. Tapi, kalau ingin jadi orang shalih dalam teribadah, tentu tidak begitu caranya. Koreksi dan nasihat justru diperlukan untuk memetakan kelemahan kita. Dengan begitu kita punya arah untuk memperbaiki diri. Yang kita siapakan Cuma dada yang lapang untuk mau melihat peta 'salah" itu. Siapkah kita?

Jurus Pungkasan (Kedelapan),
Tentukan vonis hukuman jika Anda lalai memenuhi target ibadah Anda. Ini wajib. Tanpa 'uqubah (baca: hukuman), Anda akan memandang remeh kelalaian. Abu Tholhah pernah shalat Dhuha di tengah kebunnya. Tapi, kekhusyukannya terganggu oleh kicau burung. Akibatnya, ia lupa jumlah rakaat shalat. Abu Tholhah menghukum diri dengan menginfakkan kebun itu.

Tentu Anda tak perlu seekstrem itu. Misalnya, jika kesiangan tak sempat shalat lail, Anda bisa menghukum diri dengan mengerjakan shalat Dhuha plus sedekah mengasih makan satu dua orang miskin. jika tidak baca Alquran sehari, esoknya harus dirapel plus hukuman membersihkan masjid,Dll.

siapkan mental hadapi UN 2013

 Inilah siswa-siswi calon peserta ujian Nasional 2013 dari SD Alam Al Ghifari. Mereka disipkan secara materi dan mental agar betul-betul siap dengan hasil yang maksimal. Persiapkan materi dilakukan dengan ketuntasan bidang study UN, Try out - try out dan latihan-latiahn secara continu, sedangkan persiapan mental dilakukan dengan kegiatan training motivasi, Mabit, pembiasaan shalat dhuha, Shalat Malam dan puasa senin kamis. Semoga dengan memaksimalkan usaha dan doa, Allah SWT memberikan kesuksesn UN tahun ini sehingga semua Siswa dapat lulus dengan nilai yang terbaik...Amiin..

Market day





Kegiatan dalam rangka membangun jiwa wirausaha sejak dini SD Alam Al Ghifari mengadakan Market Day/ Hari berjualan yang rutin diadakan setiap satu bulan sekali pada pekan ke empat.




outbound

Kegiatan Outboun adalah kegiatan wajib yang harus diikuti oleh seluruh siswa kegiatan ini adalah intra pembelajaran yang merupakan bagian dari kurikulum di SD Alam Al Ghifari. tujuan kegiatan ini adalah untuk melatih kemampuan kepemimpinan (leadirship) siswa sehingga kelak mereka menjadi pemimpin yang tangguh, kreatif, dinamis dan berkepribadian/ berkarakter yang kuat





daftar nama peserta sertifikasi guru 2013

Info nama-nama calon peserta sertifikasi Guru tahun 2013 selahkan kunjungi www.sergur.kemdiknas.go.id semoga membantu

info kuliah gratis

Buat temen-temen yang ingin kuliah gratis dan langsung kerja silahkan baca ....dan sebarkan
KULIAH GRATIS... Bantu broadcast please!!
LANGSUNG KERJA
Ada 7 Info Perguruan Tinggi Kedinasan yang mungkin bermanfaat buat Anak Sendiri, Keponakan, atau Anak Tetangga yang ingin kuliah tapi gak pengen membebani biaya kuliah kepada Orang Tua.
Selain itu, begitu tamat kuliah, langsung ditempatkan di Kementerian/Lembaga RI yang terkait.
1. STIS – di bawah Badan Pusat Statistik (dapat uang saku per bulannya Rp. 850.000), pendaftaran online (4 april s.d. 20 Mei 2013 di www.stis.ac.id). Lokasi kuliah Jakarta
... 2. AKAMIGAS-STEM – Akademi Minyak dan Gas Bumi (Sekolah Tinggi Enerji dan Mineral) di bawah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral RI. Lokasi kuliah Cepu, Jawa Tengah (Kawasan Rig dan pengeboran minyak) – Info bisa dilihat di www.akamigas-stem.esdm.go.id
3. MMTC – Sekolah Tinggi Multi Media Training Center di bawah Kementerian Komunikasi dan Informatika RI (Kominfo).
Pendaftaran online di www.mmtc.ac.id. Lokasi kuliah di Yogyakarta
4. STSN – Sekolah Tinggi Sandi Negara – di bawah Lembaga sandi Negara. Pendaftaran online di
www.stsn-nci.ac.id
Lokasi kuliah di Bogor
5. STKS – Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial di bawah Kementerian Sosial RI. Pendaftaran offline di Kemensos RI, Bandung, Yogyakarta, Padang, Banjarmasin, Makassar, Jayapura, Palu.
Info diwww.stks.ac.id
6. STPN – Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional di bawah Badan Pertanahan Nasional RI.
Pendaftaran online di www.stpn.ac.id Lokasi kuliah Yogyakarta
7. IPDN – Institut Pemerintahan Dalam Negeri di bawah Kementerian Dalam Negeri RI.
Pendaftaran offline di Bagian Kepegawaian Daerah Kabupaten/ Kota seluruh Indonesia.
Lokasi kuliah Jakarta, Pekanbaru, Manado, Bukittinggi, Makassar.
Bisa disebarkan ke Anak atau Saudara Kita yg baru lulus SLTA
Lihat Selengkapnya
Sekolah Tinggi Ilmu Statistik - Selamat Datang di Website STIS
www.stis.ac.id
Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS) - semula bernama Akademi Ilmu Statistik (AIS) - merupakan perguruan tinggi kedinasan program D-IV, yang dikelola oleh Badan Pusat Statistik (BPS) sejak tahun 1958. STIS mengemban visi menjadi lembaga pendidikan

Empat Kejahatan Orang Tua Terhadap Anak

dakwatuna.com - Rasulullah saw. sangat penyayang terhadap anak-anak, baik terhadap keturunan beliau sendiri ataupun anak orang lain. Abu Hurairah r.a. meriwayatkan bahwa suatu ketika Rasulullah saw. mencium Hasan bin Ali dan didekatnya ada Al-Aqra’ bin Hayis At-Tamimi sedang duduk. Ia kemudian berkata, “Aku memiliki sepuluh orang anak dan tidak pernah aku mencium seorang pun dari mereka.” Rasulullah saw. segera memandang kepadanya dan berkata, “Man laa yarham laa yurham, barangsiapa yang tidak mengasihi, maka ia tidak akan dikasihi.” (HR. Bukhari di Kitab Adab, hadits nomor 5538).
Bahkan dalam shalat pun Rasulullah saw. tidak melarang anak-anak dekat dengan beliau. Hal ini kita dapat dari cerita Abi Qatadah, “Suatu ketika Rasulullah saw. mendatangi kami bersama Umamah binti Abil Ash –anak Zainab, putri Rasulullah saw.—Beliau meletakkannya di atas bahunya. Beliau kemudian shalat dan ketika rukuk, Beliau meletakkannya dan saat bangkit dari sujud, Beliau mengangkat kembali.” (HR. Muslim dalam Kitab Masajid wa Mawadhi’ush Shalah, hadits nomor 840).
Peristiwa itu bukan kejadian satu-satunya yang terekam dalam sejarah. Abdullah bin Syaddad juga meriwayatkan dari ayahnya bahwa, “Ketika waktu datang shalat Isya, Rasulullah saw. datang sambil membawa Hasan dan Husain. Beliau kemudian maju (sebagai imam) dan meletakkan cucunya. Beliau kemudian takbir untuk shalat. Ketika sujud, Beliau pun memanjangkan sujudnya. Ayahku berkata, ‘Saya kemudian mengangkat kepalaku dan melihat anak kecil itu berada di atas punggung Rasulullah saw. yang sedang bersujud. Saya kemudian sujud kembali.’ Setelah selesai shalat, orang-orang pun berkata, ‘Wahai Rasulullah, saat sedang sujud di antara dua sujudmu tadi, engkau melakukannya sangat lama, sehingga kami mengira telah terjadi sebuha peristiwa besar, atau telah turun wahyu kepadamu.’ Beliau kemudian berkata, ‘Semua yang engkau katakan itu tidak terjadi, tapi cucuku sedang bersenang-senang denganku, dan aku tidak suka menghentikannya sampai dia menyelesaikan keinginannya.” (HR. An-Nasai dalam Kitab At-Thathbiq, hadits nomor 1129).
Usamah bin Zaid ketika masih kecil punya kenangan manis dalam pangkuan Rasulullah saw. “Rasulullah saw. pernah mengambil dan mendudukkanku di atas pahanya, dan meletakkan Hasan di atas pahanya yang lain, kemudian memeluk kami berdua, dan berkata, ‘Ya Allah, kasihanilah keduanya, karena sesungguhnya aku mengasihi keduanya.’” (HR. Bukhari dalam Kitab Adab, hadits nomor 5544).
Begitulah Rasulullah saw. bersikap kepada anak-anak. Secara halus Beliau mengajarkan kepada kita untuk memperhatikan anak-anaknya. Beliau juga mencontohkan dalam praktik bagaimana bersikap kepada anak dengan penuh cinta, kasih, dan kelemahlembutan.
Karena itu, setiap sikap yang bertolak belakang dengan apa-apa yang dicontohkan oleh Rasulullah saw., adalah bentuk kejahatan kepada anak-anak. Setidak ada ada empat jenis kejahatan yang kerap dilakukan orang tua terhadap anaknya.
Kejahatan pertama: memaki dan menghina anak
Bagaimana orang tua dikatakan menghina anak-anaknya? Yaitu ketika seorang ayah menilai kekurangan anaknya dan memaparkan setiap kebodohannya. Lebih jahat lagi jika itu dilakukan di hadapan teman-teman si anak. Termasuk dalam kategori ini adalah memberi nama kepada si anak dengan nama yang buruk.
Seorang lelaki penah mendatangi Umar bin Khattab seraya mengadukan kedurhakaan anaknya. Umar kemudian memanggil putra orang tua itu dan menghardiknya atas kedurhakaannya. Tidak lama kemudan anak itu berkata, “Wahai Amirul Mukminin, bukankah sang anak memiliki hak atas orang tuanya?”
“Betul,” jawab Umar.
“Apakah hak sang anak?”
“Memilih calon ibu yang baik untuknya, memberinya nama yang baik, dan mengajarkannya Al-Qur’an,” jawab Umar.
“Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya ayahku tidak melakukan satu pun dari apa yang engkau sebutkan. Adapun ibuku, ia adalah wanita berkulit hitam bekas hamba sahaya orang majusi; ia menamakanku Ju’lan (kumbang), dan tidak mengajariku satu huruf pun dari Al-Qur’an,” kata anak itu.
Umar segera memandang orang tua itu dan berkata kepadanya, “Engkau datang untuk mengadukan kedurhakaan anakmu, padahal engkau telah durhaka kepadanya sebelum ia mendurhakaimu. Engkau telah berbuat buruk kepadanya sebelum ia berbuat buruk kepadamu.”
Rasulullah saw. sangat menekankan agar kita memberi nama yang baik kepada anak-anak kita. Abu Darda’ meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya kalian akan dipanggil pada hari kiamat dengan nama-nama kalian dan nama ayah kalian, maka perbaikilah nama kalian.” (HR. Abu Dawud dalam Kitab Adab, hadits nomor 4297).
Karena itu Rasulullah saw. kerap mengganti nama seseorang yang bermakna jelek dengan nama baru yang baik. Atau, mengganti julukan-julukan yang buruk kepada seseorang dengan julukan yang baik dan bermakna positif. Misalnya, Harb (perang) menjadi Husain, Huznan (yang sedih) menjadi Sahlun (mudah), Bani Maghwiyah (yang tergelincir) menjadi Bani Rusyd (yang diberi petunjuk). Rasulullah saw. memanggil Aisyah dengan nama kecil Aisy untuk memberi kesan lembut dan sayang.
Jadi, adalah sebuah bentuk kejahatan bila kita memberi dan memanggil anak kita dengan sebutan yang buruk lagi dan bermakna menghinakan dirinya.
Kejahatan kedua: melebihkan seorang anak dari yang lain
Memberi lebih kepada anak kesayangan dan mengabaikan anak yang lain adalah bentuk kejahatan orang tua kepada anaknya. Sikap ini adalah salah satu faktor pemicu putusnya hubungan silaturrahmi anak kepada orang tuanya dan pangkal dari permusuhan antar saudara.
Nu’man bin Basyir bercerita, “Ayahku menginfakkan sebagian hartanya untukku. Ibuku –’Amrah binti Rawahah—kemudian berkata, ‘Saya tidak suka engkau melakukan hal itu sehinggi menemui Rasulullah.’ Ayahku kemudian berangkat menemui Rasulullah saw. sebagai saksi atas sedekah yang diberikan kepadaku. Rasulullah saw. berkata kepadanya, ‘Apakah engkau melakukan hal ini kepada seluruh anak-anakmu?’ Ia berkata, ‘Tidak.’ Rasulullah saw. berkata, ‘Bertakwalah kepada Allah dan berlaku adillah kepada anak-anakmu.’ Ayahku kemudian kembali dan menarik lagi sedekah itu.” (HR. Muslim dalam Kitab Al-Hibaat, hadits nomor 3055).
Dan puncak kezaliman kepada anak adalah ketika orang tua tidak bisa memunculkan rasa cinta dan sayangnya kepada anak perempuan yang kurang cantik, kurang pandai, atau cacat salah satu anggota tubuhnya. Padahal, tidak cantik dan cacat bukanlah kemauan si anak. Apalagi tidak pintar pun itu bukanlah dosa dan kejahatan. Justru setiap keterbatasan anak adalah pemacu bagi orang tua untuk lebih mencintainya dan membantunya. Rasulullah saw. bersabda, “Rahimallahu waalidan a’aana waladahu ‘ala birrihi, semoga Allah mengasihi orang tua yang membantu anaknya di atas kebaikan.” (HR. Ibnu Hibban)
Kejahatan ketiga: mendoakan keburukan bagi si anak
Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tsalatsatu da’awaatin mustajaabaatun: da’watu al-muzhluumi, da’watu al-musaafiri, da’watu waalidin ‘ala walidihi; Ada tiga doa yang dikabulkan: doa orang yang teraniaya, doa musafir, dan doa (keburukan) orang tua atas anaknya.” (HR. Tirmidzi dalam Kitab Birr wash Shilah, hadits nomor 1828)
Entah apa alasan yang membuat seseorang begitu membenci anaknya. Saking bencinya, seorang ibu bisa sepanjang hari lidahnya tidak kering mendoakan agar anaknya celaka, melaknat dan memaki anaknya. Sungguh, ibu itu adalah wanita yang paling bodoh. Setiap doanya yang buruk, setiap ucapan laknat yang meluncur dari lidahnya, dan setiap makian yang diucapkannya bisa terkabul lalu menjadi bentuk hukuman bagi dirinya atas semua amal lisannya yang tak terkendali.
Coba simak kisah ini. Seseorang pernah mengadukan putranya kepada Abdullah bin Mubarak. Abdullah bertanya kepada orang itu, “Apakah engkau pernah berdoa (yang buruk) atasnya.” Orang itu menjawab, “Ya.” Abdullah bin Mubarak berkata, “Engkau telah merusaknya.”
Na’udzubillah! Semoga kita tidak melakukan kesalahan seperti yang dilakukan orang itu. Bayangkan, doa buruk bagi anak adalah bentuk kejahatan yang akan menambah rusak si anak yang sebelumnya sudah durhaka kepada orang tuanya.
Kejahatan keempat: tidak memberi pendidikan kepada anak
Ada syair Arab yang berbunyi, “Anak yatim itu bukanlah anak yang telah ditinggal orang tuanya dan meninggalkan anak-anaknya dalam keadaan hina. Sesungguhnya anak yatim itu adalah yang tidak dapat dekat dengan ibunya yang selalu menghindar darinya, atau ayah yang selalu sibuk dan tidak ada waktu bagi anaknya.”
Perhatian. Itulah kata kuncinya. Dan bentuk perhatian yang tertinggi orang tua kepada anaknya adalah memberikan pendidikan yang baik. Tidak memberikan pendidikan yang baik dan maksimal adalah bentuk kejahatan orang tua terhadap anak. Dan segala kejahatan pasti berbuah ancaman yang buruk bagi pelakunya.
Perintah untuk mendidik anak adalah bentuk realisasi iman. Perintah ini diberikan secara umum kepada kepala rumah tangga tanpa memperhatikan latar belakang pendidikan dan kelas sosial. Setiap ayah wajib memberikan pendidikan kepada anaknya tentang agamanya dan memberi keterampilan untuk bisa mandiri dalam menjalani hidupnya kelak. Jadi, berilah pendidikan yang bisa mengantarkan si anak hidup bahagia di dunia dan bahagia di akhirat.
Perintah ini diberikan Allah swt. dalam bentuk umum. “Hai orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya dari manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim: 6)
Adalah sebuah bentuk kejahatan terhadap anak jika ayah-ibu tenggelam dalam kesibukan, sehingga lupa mengajarkan anaknya cara shalat. Meskipun kesibukan itu adalah mencari rezeki yang digunakan untuk menafkahi anak-anaknya. Jika ayah-ibu berlaku seperti ini, keduanya telah melanggar perintah Allah di surat Thaha ayat 132. “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.”
Rasulullah saw. bersabda, “Ajarilah anak-anakmu shalat saat mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka (bila tidak melaksanakan shalat) pada usaia sepuluh tahun.” (HR. Tirmidzi dalam Kitab Shalah, hadits nomor 372).
Ketahuilah, tidak ada pemberian yang baik dari orang tua kepada anaknya, selain memberi pendidikan yang baik. Begitu hadits dari Ayyub bin Musa yang berasal dari ayahnya dan ayahnya mendapat dari kakeknya bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Maa nahala waalidun waladan min nahlin afdhala min adabin hasanin, tak ada yang lebih utama yang diberikan orang tua kepada anaknya melebihi adab yang baik.” (HR. Tirmidzi dalam Kitab Birr wash Shilah, hadits nomor 1875. Tirmidzi berkata, “Ini hadits mursal.”)
Semoga kita tidak termasuk orang tua yang melakukan empat kejahatan itu kepada anak-anak kita. Amin.

Mendidik atau menyesatkan

dakwatuna.com - Dua ibu muda bertengkar hebat di depan sebuah sekolah taman kanak-kanak. Perang mulut yang berlanjut adu otot itu bermula ketika anak-anak mereka bermain lempar-lemparan tas, yang menyebabkan salah satunya menangis.Seorang ibu yang kepala anaknya sedikit benjol akibat lemparan tas berisi buku itu merasa tidak terima. Dia lalu mengumpat ibu dari anak pemilik tas. Adu mulut terjadi. Umpatan berbalas umpatan, hingga emosi kedua belah pihak meledak. Kini, pertengkaran kecil antar anak berganti perang antar orangtua.
Kasus serupa, meski tidak selalu sama, boleh jadi bukan kali pertama terjadi. Kerap kali kita jumpai perselisihan antar orangtua dipicu oleh persoalan anak. Ironisnya, perselisihan antar orangtua tua itu berbuntut perang dingin dalam kurun lama. Masing-masing pihak enggan saling menyadari kesalahan. Hubungan harmonis antar sesama pun menguap entah ke mana.
Sebenarnya, jika kita mau sedikit berpikir dewasa, hal demikian sangat disayangkan terjadi. Pertengkaran antar anak sesungguhnya adalah hal wajar. Tidak usah terlalu didramatisasi, sehingga membuat keadaan semakin keruh. Sayang, tampaknya tidak semua orang dewasa mampu berpikir secara dewasa pula.
Dalam hal ini, kita patut belajar pada anak-anak. Meski sempat bertengkar, semenit kemudian, mereka kembali akur. Setelah menangis sebentar akibat rebutan mainan, misalnya, anak-anak kembali tertawa bersama. Pertengkaran mereka tidak pernah berlangsung dalam hitungan hari, apalagi bulan. Justru orangtua mereka yang sibuk dengan ego masing-masing, sehingga sukar untuk kembali akur. Bahkan, sekadar tegur-sapa pun enggan.
Sebagai orangtua, kita semestinya bisa bersikap lebih cerdas dan bijak. Ketika melihat anak-anak bertengkar atau saling mengolok-olok, ini seharusnya bisa kita jadikan pintu masuk untuk memberikan pendidikan hidup bersosial. Orangtua harus memberikan pemahaman kepada anak-anak tentang cara mengelola konflik.
Dalam hidup bermasyarakat, konflik sosial mustahil dihindari. Kepada anak-anak, penting ditanamkan budaya saling mengalah dan menghargai sesama. Tidak sepantasnya orangtua menjadi setan yang mengadu domba dengan menyalahkan si teman, apalagi di depan anak.
Jika itu terjadi, berarti orangtua secara tidak sadar telah menanamkan bibit-bibit egoisme dan arogansi dalam jiwa anak. Ini berbahaya. Apalagi demi membela anak sendiri, yang belum jelas salah-benarnya, kita tidak ragu untuk bertengkar sesama orangtua.
Dari situ anak akan belajar tentang cara-cara penyelesaian masalah. Anak akan menyangka bahwa jalan keluar dari segala masalah adalah dengan jalan bertengkar, atau bila perlu beradu fisik. Inilah teladan yang menyesatkan.
Orangtua harus lebih banyak belajar tentang pola pendidikan anak. Jangan sampai, atas dasar rasa sayang, pola pendidikan kita justru menyesatkan jiwa anak. Bukankah sudah banyak kita jumpai orangtua yang merelakan anaknya putus sekolah dengan alasan sayang karena sang anak sudah tidak betah dengan sekolah?
Tidak jarang pula ada orangtua yang sendiko dawuh atas segala permintaan anak, meski permintaan itu jauh dari nilai-nilai pendidikan. Yang lebih fatal lagi, masih ada orangtua yang mengizinkan anaknya merokok karena merasa kasihan akibat sang anak sudah ketagihan. Dan ketika anak bersangkutan dihukum oleh sekolah, orangtua tidak segan-segan mendatangi dan menyalahkan pihak sekolah sembari berdalih bahwa anaknya itu merokok karena sudah mengantongi izin darinya. Luar biasa.
Maka jangan heran jika nilai-nilai kesopanan sudah semakin menjauh dari kehidupan anak. Tidak sedikit anak zaman sekarang yang sudah berani abai, bahkan melawan peraturan guru dan sekolah. Nilai-nilai tata krama tidak lagi menjadi urusan yang harus diindahkan. Sikap demikian semakin memperoleh pembenaran ketika mereka merasa mendapat dukungan dan pembelaan dari orangtua.
Akhirnya, mari kita segera mengupas diri. Sudahkah pola kasih sayang kita kepada anak-anak membuahkan nilai-nilai pendidikan, atau justru sebaliknya, melemparkan mereka ke jurang kehancuran?

Segenggam Iman Anak Kita

dakwatuna.com - Apa yang salah pada Nabi Nuh ‘alaihissalam? Ia seorang nabi sekaligus utusan Allah ‘Azza wa Jalla. Imannya jangan ditanya, sudah tentu sangat terjaga. Tidak mungkin ada nabi yang imannya meragukan. Hidupnya selalu dalam petunjuk karena Allah Ta’ala sendiri yang membimbingnya. Akhlaknya? Pasti mulia. Bagaimana mungkin seseorang menjadi nabi dan menebar dakwah ke mana-mana jika ia tidak memiliki akhlak yang luar biasa baiknya? Seorang nabi sudah jelas amat kuat penjagaannya dari hal-hal yang meragukan (syubhat), apalagi dari yang haram. Tetapi, apakah semua kemuliaan itu menjadikan anaknya berada dalam barisan orang-orang yang beriman? Tidak. Justru sebaliknya, putra Nabi Nuh ‘alaihissalam menjadi pendurhaka. Hingga detik-detik terakhir hidupnya, ia masih diseru oleh ayahnya –Nabi Nuh‘alaihissalam—untuk masuk dalam barisan orang beriman. Tetapi ia menolak.
Apa yang bisa kita renungkan dari kejadian itu? Banyak hal. Salah satunya adalah pelajaran berharga betapa kita tidak kuasa untuk menggenggam jiwa anak-anak kita sendiri. Betapa pun amat besar keinginan kita untuk menjadikan anak-anak kita termasuk golongan orang beriman, tetapi kita tidak punya kekuatan untuk menggerakkan jiwa mereka. Kita hanya bisa memengaruhi mereka, mendorong mereka, dan menyeru mereka kepada kebaikan. Kita hanya dapat bermunajat kepada Allah Taala yang jiwa mereka dalam genggaman-Nya.
Dari ayat ini kita juga belajar tentang tulusnya cinta seorang ayah kepada anak. Betapa pun anaknya telah melakukan kedurhakaan yang nyata, seorang ayah tetap masih memiliki tabungan harapan yang sangat besar agar anaknya kembali kepada jalan takwa. Betapa pun tampaknya sudah hampir tak mungkin, seorang ayah masih akan berusaha memanfaatkan detik-detik terakhir kesempatannya untuk mengingatkan, menasihati dan menyelamatkan anaknya. Meskipun telah jelas kekufuran melekat kuat pada anaknya, masih ada harapan yang besar agar ia kembali ke jalan Allah. Masih ada doa-doa yang terucap untuk memohon pertolongan-Nya.
Ada yang perlu kita renungkan. Ada yang perlu kita telusuri untuk menemukan jawaban.
Ikuti perbincangan tentang kepengasuhan ini bersama Mohammad Fauzil Adhim (Salah seorang penulis dan konsultan Parenting Islami), acara bincang-bincang dengan dia sekaligus Soft Launching dari bukunya yang berjudul ‘Segenggam Iman Anak Kita’ yang insya Allah akan diterbitkan Pro-U Media. Insya Allah akan diadakan pada hari Ahad, 3 Maret 2013, jam 13.00 WIB di Islamic Book Fair, Ruang Anggrek (Lt 2) Istora Senayan Jakarta. Acara ini gratis untuk umum, silakan hadir mengajak teman, keluarga dan masyarakat lainnya.
Redaktur: Samin Barkah

Dengan Sistem Barcode Siswa Tidak Mengetahui Paket Soal UN Yang Dikerjakan

Sumber
http://ibnufajar75.wordpress.com/2013/03/13/dengan-sistem-barcode-siswa-tidak-mengetahui-paket-soal-un-yang-dikerjakan/Ini menurut saya adalah suatu terobosan dalam pelaksanaan Ujian Nasional yang bagus, yang akan meminimalisir kecurangan dalam Ujian Nasional. Pasalnya pada tahun ini semakin ditingkatkan dengan sistem barcode. Hal ini dilakukan untuk menghindari potensi kecurangan sekaligus memperkuat kelemahan pelaksanaan di sekolah.Pelaksanaan Ujian Nasional (UN) tahun ini yang menggunakan sistem barcode membuat peserta perlu mengikuti tahapan kerja sebelum mulai mengerjakan soal. Peserta yang tidak memastikan bahwa ia menjawab pada LJUN yang benar, akan mendapat nilai yang jelek, karena saat dipindai, komputer akan keliru membaca.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh siswa pada saat pelaksanaan Ujian Nasional sehingga tidak merugikan diri sendiri, antara lain :

  1. Peserta harus memastikan bahwa antara naskah soal dan LJUN masih bersatu. Kalau sudah dalam keadaan terpisah, peserta wajib melaporkannya kepada pengawas dan meminta ganti. Jangan sampai peserta ambil risiko, tetap mengambil naskah soal dan LJUN yang sudah terpisah itu. Harus diganti dengan yang masih dalam kondisi bersatu.
  2. Pastikan pula bahwa naskah soal dan LJUN tidak dalam kondisi rusak. Peserta perlu memperhatikan satu per satu lembar pada naskah soal dan memastikan bahwa tidak ada satupun soal yang rusak atau tidak terbaca. Mengapa tahapan ini penting? Karena jika peserta menemukan soal yang rusak di tengah-tengah proses pengerjaan soal, peserta harus meminta naskah soal dan LJUN yang baru. Itu artinya, peserta harus menjawab dari nomor satu lagi.
  3. Begitu peserta telah memastikan bahwa naskah soal dan LJUN dalam keadaan masih bersatu dan tidak rusak, ia wajib menuliskan identitas di naskah soal dan LJUN. Setelah diisi, peserta diperbolehkan melepaskan LJUN dari naskah soal. Langkah ini penting untuk mengantisipasi tertukarnya naskah soal dengan LJUN.
Berikut ini dapat dilihat contoh LJUN 2013 dan dapat dilihat paket soal tidak terlihat di dalamnya namun menggunakan sistem barcode.
LJUN
Menurut Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemdikbud Khairil Anwar Notodiputro menyampaikan, mulai tahun ini naskah soal UN dengan lembar jawaban tidak terpisah. Jika pada tahun lalu peserta didik dapat menggunakan lembar jawaban temannya karena terpisah, mulai tahun ini naskah soal dengan lembar jawaban UN (LJUN) merupakan satu kesatuan. “Naskah soal dan lembar jawaban UN menggunakan sistem barcode,” katanya memberikan keterangan pers di sela-sela kegiatan Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayan (RNPK) 2013 di Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan, Depok, Selasa (12/2).
Khairil menjelaskan, dengan menggunakan barcode, maka peserta ujian tidak dapat saling tukar kode soal seperti tahun lalu. Dia mengungkapkan, kalau keduanya dipisah maka peserta didik akan menjawab soal secara salah, yang tidak cocok dengan lembar jawaban UN-nya. “Bayangkan kalau keliru, LJUN A dengan soalnya B, pasti jelek sekali nilai si anak,” katanya.
Oleh karena itu, dalam sosialisasi pihaknya menekankan agar jangan sampai lembar jawaban ujian tertukar. Jika lembar jawaban rusak agar minta diganti berikut soalnya. “Jangan hanya meminta lembar jawabannya saja,” katanya. Demikian sebaliknya, kalau naskah soal rusak jangan hanya minta diganti naskah soal, harus meminta ganti naskah soal beserta LJUN.  “Karena merupakan satu paket dan ada kode yang saat dipindai (scan) akan ketahuan lembar LJUN mengacu soal yang mana,” katanya.
Hal senada disampaikan Anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Teuku Ramli Zakaria. Dengan barcode, kata dia, peserta didik tidak perlu lagi menulis kode soal. “Kode soal tidak akan sama dengan yang lain karena berdasarkan barcode,” katanya.
Khairil menambahkan, persiapan UN sampai saat ini sampai pada merakit soal dan diharapkan cepat selesai. Adapun jumlah soal sebanyak 20 paket untuk setiap ruang ujian berisi 20 peserta. Meski demikian, kata dia, jumlah variasi paket soal tiap provinsi sebanyak 30 buah. “Soal untuk kelas A dan kelas B bisa berbeda karena dibuat 30 paket soal, tetapi dalam ruangan tetap 20 soal,” katanya.
Selain hal tersebut diatas Ujian Nasional  tahun ini mengalami sejumlah perubahan. Mulai dari bertambahnya variasi soal yang sebelumnya hanya berjumlah lima, kini menjadi 20 variasi soal, hingga digunakannya sistem barcode pada naskah soal dan lembar jawaban UN (LJUN). Tidak hanya itu, komposisi bobot soal juga berubah. Bila tahun lalu bobot soal mudah sebanyak 10 persen, sedang 80 persen, dan sulit 10 persen, tahun ini bobot soal sulit ditambah lagi 10 persen. Dengan penambahan jumlah soal yang sulit itu, maka komposisi bobot soal pada UN 2013 ini menjadi 10 persen soal mudah, 70 persen sedang, dan 20 persen sulit.

Guru Profesional

Hanya sekedar mengingatkan buat rekan-rekan guru setanah air, karena pasti sebagian besar guru sudah mengetahui tentang empat standar kompetensi yang wajib dimiliki oleh seorang guru. Terlebih saat sekatang ini sudah hampir setengah dari jumlah guru di Indonesia sudah mempunyai sertifikat sertifikasi. Ini artinya mereka sudah lulus sebagai seorang guru profesional yang tentunya keempat kompetensi guru tersebut harus selalu di laksanakan di dalam kesehariannya dalam melaksanakan tugas. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Menurut Finch & Crunkilton, (1992: 220) Menyatakan “Kompetencies are those taks, skills, attitudes, values, and appreciation thet are deemed critical to successful employment”. Pernyataan ini mengandung makna bahwa kompetensi meliputi tugas, keterampilan, sikap, nilai, apresiasi diberikan dalam rangka keberhasilan hidup/penghasilan hidup. Hal tersebut dapat diartikan bahwa kompetensi merupakan perpaduan antara pengetahuan, kemampuan, dan penerapan dalam melaksanakan tugas di lapangan kerja.
Kompetensi guru terkait dengan kewenangan melaksanakan tugasnya, dalam hal ini dalam menggunakan bidang studi sebagai bahan pembelajaran yang berperan sebagai alat pendidikan, dan kompetensi pedagogis yang berkaitan dengan fungsi guru dalam memperhatikan perilaku peserta didik belajar (Djohar, 2006 : 130).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kompetensi guru adalah hasil dari penggabungan dari kemampuan-kemampuan yang banyak jenisnya, dapat berupa seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam menjalankan tugas keprofesionalannya. Menurut Suparlan (2008:93) menambahkan bahwa standar kompetensi guru dipilah ke dalam tiga komponen yang saling berkaitan, yaitu pengelolaan pembelajaran, pengembangan profesi, dan penguasaan akademik.
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, adapun macam-macam kompetensi yang harus dimiliki oleh tenaga guru antara lain: kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional dan sosial yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru.
1) Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik meliputi pemahaman guru terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Secara rinci setiap subkompetensi dijabarkan menjadi indikator esensial sebagai berikut;
  • Memahami peserta didik secara mendalam memiliki indikator esensial: memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif; memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip kepribadian; dan mengidentifikasi bekal ajar awal peserta didik.
  • Merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan pendidikan untuk kepentingan pembelajaran memiliki indikator esensial: memahami landasan kependidikan; menerapkan teori belajar dan pembelajaran; menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar; serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih.
  • Melaksanakan pembelajaran memiliki indikator esensial: menata latar (setting) pembelajaran; dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif.
  • Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran memiliki indikator esensial: merancang dan melaksanakan evaluasi (assessment) proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode; menganalisis hasil evaluasi proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery learning); dan memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum.
  • Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensinya, memiliki indikator esensial: memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi akademik; dan memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi nonakademik.
2) Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Secara rinci subkompetensi tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
  • Kepribadian yang mantap dan stabil memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma hukum; bertindak sesuai dengan norma sosial; bangga sebagai guru; dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma.
  • Kepribadian yang dewasa memiliki indikator esensial: menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai guru.
  • Kepribadian yang arif memiliki indikator esensial: menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat serta menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.
  • Kepribadian yang berwibawa memiliki indikator esensial: memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang disegani.
  • Akhlak mulia dan dapat menjadi teladan memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma religius (iman dan taqwa, jujur, ikhlas, suka menolong), dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik.
3) Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Kompetensi ini memiliki subkompetensi dengan indikator esensial sebagai berikut:
  • Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik memiliki indikator esensial: berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik.
  • Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan.
  • Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.
4) Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap stuktur dan metodologi keilmuannya. Setiap subkompetensi tersebut memiliki indikator esensial sebagai berikut:
  • Menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi memiliki indikator esensial: memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang menaungi atau koheren dengan materi ajar; memahami hubungan konsep antar mata pelajaran terkait; dan menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari.
  • Menguasai struktur dan metode keilmuan memiliki indikator esensial menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk memperdalam pengetahuan/materi bidang studi.
Keempat kompetensi tersebut di atas bersifat holistik dan integratif dalam kinerja guru. Oleh karena itu, secara utuh sosok kompetensi guru meliputi (a) pengenalan peserta didik secara mendalam; (b) penguasaan bidang studi baik disiplin ilmu (disciplinary content) maupun bahan ajar dalam kurikulum sekolah (c) penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik yang meliputi perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi proses dan hasil belajar, serta tindak lanjut untuk perbaikan dan pengayaan; dan (d) pengembangan kepribadian dan profesionalitas secara berkelanjutan. Guru yang memiliki kompetensi akan dapat melaksanakan tugasnya secara profesional (Ngainun Naim, 2009:60).
Sumber : http://ibnufajar75.wordpress.com/2012/12/27/empat-kompetensi-yang-harus-dimiliki-seorang-guru-profesional/

best practice

ABSTRAK
Aplikasi  Pendidikan Karakter Wirausaha Melalui Kegiatan Market Day di SD Alam Al Ghifari Kota Blitar
Oleh : Asep Yanto, S.Pd.T (Kepala Sekolah SD Alam Al Ghifari)
Penulisan karya ilmiah Best practice ini  bertujuan untuk memberikan gambaran keberhasilan membangun karakter siswa melalui kegiatan Market Day yang meliputi desain/ konsep dasar kegiatan Market day dalam praksis pendidikan karakter dan proses kegiatan Market Day dalam  pembentukan karakter siswa SD Alam Al Ghifari.
Subjek yang berperan adalah para guru, siswa dan wali murid SD Alam Al Ghifari. Objek kegiatan berupa aktivitas pembelajaran karakter pada kegiatan Market Day dan pendapat para guru, siswa dan wali murid terhadap pelaksanaan kegiatan Caffe Day. Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah dengan wawancara mendalam, angket, observasi dan dokumentasi. Adapun metode analisis data yang digunakan adalah reduksi data, display data, pengambilan kesimpulan dan verifikasi.
Simpulan  kegiatan Market Day yang dilaksanakan menunjukkan hasil dan kolerasi yang positif dalam membangun karakter siswa diantaranya : (1) Jujur, (2). Disiplin (3). Tanggungjawab (4). Kreatif, (5). Inovatif, (6). Mandiri, (7) Tanggungjawab, (8). Kerjasama, (9). Kepemimpinan, (10). Pantang Menyerah, (11) Berani menangung resiko, (12) Komitmen, (13) Realistis, (14). Rasa ingin tahu, (15). Komunikatif, (16). Motivasi kuat untuk sukses dan (17). Berorientasi pada tindakan.  Selain itu siswa juga memiliki jiwa wirausaha yang antara lain: (1). Berani mengambil resiko, (2). Menyukai tantangan, (3). Daya tahan tinggi, (4) Visi ke depan dan (5). Memberikan yang terbaik.
Kata Kunci : Pendidikan  Karakter , Wirausaha, Kegiatan Market Day

Juara 1 Tartil Anak Tingkat Kota Blitar

Alhamdulillah salah satu siswa SD Alam Al ghifari Meraih juara 1 pada Lomba seleksi MTQ tingkat Kota Blitar. Siswi ini bernama Abida yang saat ini masih duduk di kelas 6.

Murotal Al Quran

Temen bisa mendengkarkan Mp3 Al quran berikut ini:
Tartil Al Quran

Panahan


Pramuka SIT

Kegiatan Pramuka SIT





Juara 1 Lomba tenis lapangan Kota Blitar








Mendidikn Anak ala Rasulullah

Mendidik Anak  Cara Rosulullah SAW*

 oleh Asep Yanto, S.Pd.T (Kepala Sekolah)

Salah satu pilar kebahagiaan seorang muslim adalah diberikannya keluarga yang sakinah yaitu keluarga yang harmonis. Kalu kita teliti ternyata tegaknya keluarga sakinah ini sangat ditentukan oleh tegaknya dua hal, yaitu sukses urusan kerumahtanggan dan urusan terbiyatul aulad atu pendiidkan anak. Maka apabila ingin terbentuk sebuah keluarga yang sakinah maka harus beres dulu masalah kerumahtanggan dan pendiidkan anak.  Dalam tulisan ini saya akan fokus membahas masalah terbiyatul  aulad/pendidikan anak baik di sekolah terlebih lagi di lingkungan keluarga.

Untuk dapat melakukan pendidikan anak cara Rosulullah SWT, maka kita harus mengetahui beberapa pola asuh orang tua dalam mendidik anak. Secara umum pola asuh orang tua dan guru di dunia ini menurut Ust.  Budi Darmawan, seorang pakar keluarga dan  pendiidikan  anak, hanya ada 3 pola, yaitu; pola asuh koerssive, pola asuh permissive dan pola asuh dialogis.

Pola asuh koerssive adalah pola aruh orang tua yang mendisiplinkan anak tanpa memberikan kebebasan, pola asuh permissive adalah pola asuh orang tua yang memberikan kebebasan pada anak tanpa disiplin, sedangkan pola asuh dialogis adalah pola asuh orang tua yang memberikan kebebasan pada anak tetapi tetap disiplin, kira-kira kita pilih yang mana? , yag pertama, kedua atau ketiga?. Pola asuh orang yang sesuai dengan cara Rosulullah adalah pola asuh yang ke tiga, yaitu pola asuh dialogis

Sudahkan kita mengenal dengan baik ketiga pola asuh di atas?. Untuk menjawabnya,  ust. Budi Darmawan memberikan sebuah contoh pola asuh orang tua. Suatu ketika seorang ibu dengan anak yang banyak berasal dari keluarga ekonomi pas-pasan mengajak salah satu anaknya sebut saja namanya Anton untuk berbelanja ke minimarket. Sebelum pergi sang ibu dan anak ini melakukan kesepakatan terlebih dahulu, Ibu mengatakan, “ Anton, mama lagi ga punya uang, kamu hanya boleh mengambil satu item saja, kalau kamu ambil makanan maka ga boleh ambil minuman, kalau kamu ambil minuman kamu tidak boleh ambil makanan, oke!”,  “oke Ma” jawab Anton.

 Berangkatlah mereka ke Minimarket, ketika ibu Anton hendak membayar ke kasir, didapatinya Anton memasukan satu batang coklat di kantong celananya. Apa perlakuan  ibu Anton ketika tahu Anton menyembunyikan sebatang coklat di kantong celananya?. Karena pola asuh orangtua hanya ada tiga, maka perlakuan  ibu Anton hanya ada tiga kemungkinan. Mari kita  nilai perlakuan ketika Ibu Anton mengetahui Anton mengambil sebatang coklat dan dimasukan ke kantong celannya si ibu mengatakan “ Anton....! kamu pikir mama punya pohon duit di rumah, berapa harga satu batang coklat itu, Rp.10.000,-, lagian mama ga mungkin cuma beli satu, saudaramukan  banyak.” Berapa mama harus bayar?...., berapa mama harus bayar?”..Silahkan kita nilai ini termasuk koeksif, permisif, atau dialogis?..ternyata ini adalah pola asuh yang permisif.   Tetapi kira-kira ibu Anton terima ga kalau dikatakan orang tua yang permisif?,  Mungkin dia akan mengatakan “ jangan sembarangan menuduh saya permisif, saya ini tegas sama anak, kalau anak salah langsung sanya tegur”. Tidak terima kan?.

 Inilah salahnya Ibu Anton yang menganggap tegasnya orang tua diukur oleh kerasnya volume suara, jadi adalah salah besar jika orang tua atau guru mengukur ketegasan orang tua terhadap anak diukur dengan kerasnya volume suara.

Untuk lebih jelasnya, pola asuh koerssive adalah orang tua membuat keputusan untuk anak, dan anak tinggal melaksanakan keputusan orang tua, pola asuh permissive adalah orang tua mengambil alih tanggungjawab anak menjadi tanggungjawab orang tua.

Sehingga kembali pada contoh cerita di atas, Siapa yang mengambil coklat?, Anton., siapa yang harus membayar ?. ya.. Anton kan?. Melihat perlakukan ibu anton di atas,  bahwa Ibu Anton berpikir dialah yang harus membayar. Berarti ibu anton mengambil tanggungjawab Anton menjadi tanggungjawab dirinya.

Contoh lain pola asuh Permissive adalah suatu ketika seorang Ibu melihat anaknya keluar rumah untuk main sepeda, lalu apa kata ibu “ hai mau kemana?”, “ mau main Ma” jawab si anak. “ga,,ga..kerjakan dulu PR mu” , “ ga ada PR ma” jawab si anak lagi. Kemudian si Ibu membuka tas anaknya kemudian dia mengatakan ” ini ada PR matematika sepuluh soal, kamu kerjakan dulu”, “wah tidak bisa ma, bantuin dong”.  Akhirnya semua soal dikerjakan oleh si Ibu, walupun memberitahunya dengan bentak-bentak dan suara yang keras.  Inilah sebuah contoh seorang ibu yang mengambil alih tanggungjawab anaknya. Apabila orang tua terus-menerus mengambil tanggung jawab anaknya maka akibatnya anak akan tumbuh menjadi pribadi yang tidak bertanggungjawab.

Lalu, bagai mana pola asuh yang ketiga, yaitu pola asuh dialogis ?.  yaitu orang tua mebelikan pilihan kepada anak untuk mengambil keputusan sendiri.   Bagaimana seharusnya perlakuan ibu Anton di atas jika dia melakukan pola asuh dialogis, maka ibu Anton dapat mengatakan “Antom, tadi kita sudah sepakat kamu hanya boleh mengambil satu item, boleh makanan atau minuman, sekarang ibu lihat kamu menyembunyikan satu batang coklat dikantong celanamu, silahkan sekarang kamu bayar di kasir, kalau uang kamu tidak cukup, kamu boleh pinjam uang mama dulu, nanti kamu ganti di rumah, kalau uang kamu habis, mama potong jatah uang jajanmu satu hari Rp.500,-  bagaimana?”. Ada pilihan untuk Anton berpikir, yaitu; membayar sendiri di kasir atau ditalangi ibunya dan uang jajannya dipotong Rp 500,- tiap hari.  Maka kemungkinan setelah dia pikir-pikir dia kan mengambil keputusan dengan mengatakan “ kanyanya saya belum pengen coklat sekarang deh Ma, lain kali aja ya, saya kembalikan ketempatnya ya ”.

Apakah pola asuh dialogis orang tua harus senantiasa berdialog dengan anak?. Jawabannya tentu tidak. Adalah satu anggapan yang keliru apabila orang tua menganggap dialogis itu sennatiasa harus berdialog, pola dialogis terletak pada memberikan pilihan pada anak bukan pada dialognya.

Ada satu contoh perlakukan orang tua dialogis tanpa berdialog dengan anak. Ada sebuah keluaraga yang mempunyai anak yang sudah menginjak remaja dan didapatinya sedang menonton televisi yang tidak layak dia tonton. Kalau pola asuh koeksif maka orang tua akan mengatakan ” matikan TV..., cepat matikan...!”

Mungkin dengan suara yang keras dan membentak. Namun jika orang tua yang dialogis, maka ketika dia melihat anak remajanya sedang menonton TV yang tidak layak dia tonton maka tanpa dialog orang tua menekan tombol off kemudian menghadap anaknya lalu berkata “ kamu boleh menonton televisi selama acaranya sesuai dan baik buat kamu”  setelah itu ditinggal si Anak. Maka anak akan berpikir dengan pilihan orang tuanya dan akan berkata dalam hatinya “ boleh nonton televisi selama sesuai dan baik bagi kamu, berarti kalau mau nonton televisi pilih acara yang baik dan sesuai, kalau tidak baik dan sesuai bararti saya tidak boleh nonton televisi.”. Nak disinilah letak dialogisnya yaitu pada pilihan bukan pada dialognya.

Kenapa kita harus melakukan pola asuh dan pola didik dialogis?. Karena pola asuh dialogis sangat sesuai dengan yang di lakukan Rosulullah SAW, bahkan telah dilakukan Oleh Allah SWT. Coba kita lihat kisah dalan Al Quran, ketika Iblis enggan sujud pada nabi Adam, Apakah Allah Mengatakan “ durhaka kamu Iblis...keluar dari Surga!” Tidak kan ? Justru Allah SWT berdialog dengan Iblis dengan mengatakan “ Iblis apa yang menghalangi kamu untuk sujud kepada Adam?. Subhanallah sangat dialogis. Padahal kita tau kurang apa jahatnya iblis, kurang apa membangkangya iblis?. Nah kalau Allah sendiri sangat dialogis dengan Iblis, kenapa kita tidak dapat dialogis dengan anak-anak kita dengan murid-murid kita, dengan istri/suami kita ? Berati kita telah menganggap mereka lebih buruk dari Iblis? Nauzubillah..

Pola asuh koerssive akan memunculkan kesan, aku yang lebih benar dari kamu, aku ingin kamu melakukan apa yang aku mau dan aku ingin kamu melakukannya dengan cara saya. Pola permissive memberi kesan terserah kau mau, sedangkan pola dialogis memberikan kesan, masalahnya apa?, Mari kita selesaikan bersama, dua hati dan dua kepala lebih baik dari satu hati dan satu kepala. Sehingga dampak dari pola asuh koerssive adalah akan memunculkan dorongan dari luar, pola permisif tidak memberikan dorongan dan pola dialogis adalah memberikan dorongan dari dalam diri anak.

Pola asuh yang harus dilakukan sesuai contoh Rosulullah adalah 7 tahun pertama, dialogis-permissive yang akan melahirkan anak yang manja terarah, 7 tahun kedua dialogis-koerssive yang akan melahirkan anak disiplin dan terdidik, dan 7 tahun ketiga pola dialogis-dialogis yang akan melahirkan anak yang mandiri dan bertanggungjawab.

Semoga kita dapat mendidik anak-anak kita sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW, sehingga kelak mereka menjadi anak-anak yang sholeh dan menjadi generasi robbani, amin ..wallahu ‘alam.

Visi Misi

-->
VISI
Menjadi Sekolah Terdepan dalam Membentuk Generasi yang Berakhlak Mulia, Mandiri, Berprestasi  yang Memiliki Wawasan Lingkungan Hidup dan IPTEK
MISI
1.    Menjadikan Islam sebagai rujukan pertama dan utama dalam semua kegiatan pendidikan.
2.    Menyelenggarakan proses pendiidkan dalam membangun peserta didik yang beriman, bertaqwa, bermoral, cerdas dan berkepribadian islami.
3.    Melakukan proses pembelajaran dengan menjadikan alam sebagai sumber pembelajaran dalam mengembangkan sikap ilmiah peserta didik
4.    Menyediakan, mendidik, dan mengembangkan tenaga pendidik yang profesional, amanah, memiliki integritas keilmuan, dan komitment yang kuat dalam pendidikan.
5.    Menyediakan dan mengembangkan sarana dan prasarana sekolah yang alami, estetis, asri, sehat, sehingga sekolah menjadi lingkungan yang kondusif dalam mengembangkan potensi peserta didik.
6.    Menjalankan sistem manajemen sekolah yang profesional, amanah, transfaran dan akuntable.
7.    Menjalin hubungan kemitraan strategis dan taktis dengan lembaga lain
8.    Menjadi model atau contoh sekolah yang melakukan proses pembelajaran berwawasan lingkungan alam.