Mendidik Anak Cara
Rosulullah SAW*
oleh Asep Yanto,
S.Pd.T (Kepala Sekolah)
Salah satu pilar kebahagiaan seorang muslim adalah
diberikannya keluarga yang sakinah yaitu keluarga yang harmonis. Kalu kita
teliti ternyata tegaknya keluarga sakinah ini sangat ditentukan oleh tegaknya
dua hal, yaitu sukses urusan kerumahtanggan dan urusan terbiyatul aulad atu
pendiidkan anak. Maka apabila ingin terbentuk sebuah keluarga yang sakinah maka
harus beres dulu masalah kerumahtanggan dan pendiidkan anak. Dalam tulisan ini saya akan fokus membahas
masalah terbiyatul aulad/pendidikan anak
baik di sekolah terlebih lagi di lingkungan keluarga.
Untuk dapat melakukan pendidikan anak cara Rosulullah SWT,
maka kita harus mengetahui beberapa pola asuh orang tua dalam mendidik anak.
Secara umum pola asuh orang tua dan guru di dunia ini menurut Ust. Budi Darmawan, seorang pakar keluarga
dan pendiidikan anak, hanya ada 3 pola, yaitu; pola asuh
koerssive, pola asuh permissive dan pola asuh dialogis.
Pola asuh koerssive adalah pola aruh orang tua yang
mendisiplinkan anak tanpa memberikan kebebasan, pola asuh permissive adalah
pola asuh orang tua yang memberikan kebebasan pada anak tanpa disiplin,
sedangkan pola asuh dialogis adalah pola asuh orang tua yang memberikan
kebebasan pada anak tetapi tetap disiplin, kira-kira kita pilih yang mana? ,
yag pertama, kedua atau ketiga?. Pola asuh orang yang sesuai dengan cara
Rosulullah adalah pola asuh yang ke tiga, yaitu pola asuh dialogis
Sudahkan kita mengenal dengan baik ketiga pola asuh di
atas?. Untuk menjawabnya, ust. Budi
Darmawan memberikan sebuah contoh pola asuh orang tua. Suatu ketika seorang ibu
dengan anak yang banyak berasal dari keluarga ekonomi pas-pasan mengajak salah
satu anaknya sebut saja namanya Anton untuk berbelanja ke minimarket. Sebelum
pergi sang ibu dan anak ini melakukan kesepakatan terlebih dahulu, Ibu
mengatakan, “ Anton, mama lagi ga punya uang, kamu hanya boleh mengambil satu
item saja, kalau kamu ambil makanan maka ga boleh ambil minuman, kalau kamu
ambil minuman kamu tidak boleh ambil makanan, oke!”, “oke Ma” jawab Anton.
Berangkatlah mereka
ke Minimarket, ketika ibu Anton hendak membayar ke kasir, didapatinya Anton
memasukan satu batang coklat di kantong celananya. Apa perlakuan ibu Anton ketika tahu Anton menyembunyikan
sebatang coklat di kantong celananya?. Karena pola asuh orangtua hanya ada
tiga, maka perlakuan ibu Anton hanya ada
tiga kemungkinan. Mari kita nilai
perlakuan ketika Ibu Anton mengetahui Anton mengambil sebatang coklat dan
dimasukan ke kantong celannya si ibu mengatakan “ Anton....! kamu pikir mama
punya pohon duit di rumah, berapa harga satu batang coklat itu, Rp.10.000,-,
lagian mama ga mungkin cuma beli satu, saudaramukan banyak.” Berapa mama harus bayar?...., berapa
mama harus bayar?”..Silahkan kita nilai ini termasuk koeksif, permisif, atau
dialogis?..ternyata ini adalah pola asuh yang permisif. Tetapi kira-kira ibu Anton terima ga kalau
dikatakan orang tua yang permisif?,
Mungkin dia akan mengatakan “ jangan sembarangan menuduh saya permisif,
saya ini tegas sama anak, kalau anak salah langsung sanya tegur”. Tidak terima
kan?.
Inilah salahnya Ibu
Anton yang menganggap tegasnya orang tua diukur oleh kerasnya volume suara,
jadi adalah salah besar jika orang tua atau guru mengukur ketegasan orang tua
terhadap anak diukur dengan kerasnya volume suara.
Untuk lebih jelasnya, pola asuh koerssive adalah orang tua
membuat keputusan untuk anak, dan anak tinggal melaksanakan keputusan orang
tua, pola asuh permissive adalah orang tua mengambil alih tanggungjawab anak
menjadi tanggungjawab orang tua.
Sehingga kembali pada contoh cerita di atas, Siapa yang
mengambil coklat?, Anton., siapa yang harus membayar ?. ya.. Anton kan?.
Melihat perlakukan ibu anton di atas,
bahwa Ibu Anton berpikir dialah yang harus membayar. Berarti ibu anton
mengambil tanggungjawab Anton menjadi tanggungjawab dirinya.
Contoh lain pola asuh Permissive adalah suatu ketika seorang
Ibu melihat anaknya keluar rumah untuk main sepeda, lalu apa kata ibu “ hai mau
kemana?”, “ mau main Ma” jawab si anak. “ga,,ga..kerjakan dulu PR mu” , “ ga
ada PR ma” jawab si anak lagi. Kemudian si Ibu membuka tas anaknya kemudian dia
mengatakan ” ini ada PR matematika sepuluh soal, kamu kerjakan dulu”, “wah
tidak bisa ma, bantuin dong”. Akhirnya
semua soal dikerjakan oleh si Ibu, walupun memberitahunya dengan bentak-bentak
dan suara yang keras. Inilah sebuah
contoh seorang ibu yang mengambil alih tanggungjawab anaknya. Apabila orang tua
terus-menerus mengambil tanggung jawab anaknya maka akibatnya anak akan tumbuh
menjadi pribadi yang tidak bertanggungjawab.
Lalu, bagai mana pola asuh yang ketiga, yaitu pola asuh
dialogis ?. yaitu orang tua mebelikan
pilihan kepada anak untuk mengambil keputusan sendiri. Bagaimana seharusnya perlakuan ibu Anton di
atas jika dia melakukan pola asuh dialogis, maka ibu Anton dapat mengatakan
“Antom, tadi kita sudah sepakat kamu hanya boleh mengambil satu item, boleh
makanan atau minuman, sekarang ibu lihat kamu menyembunyikan satu batang coklat
dikantong celanamu, silahkan sekarang kamu bayar di kasir, kalau uang kamu
tidak cukup, kamu boleh pinjam uang mama dulu, nanti kamu ganti di rumah, kalau
uang kamu habis, mama potong jatah uang jajanmu satu hari Rp.500,- bagaimana?”. Ada pilihan untuk Anton
berpikir, yaitu; membayar sendiri di kasir atau ditalangi ibunya dan uang
jajannya dipotong Rp 500,- tiap hari.
Maka kemungkinan setelah dia pikir-pikir dia kan mengambil keputusan
dengan mengatakan “ kanyanya saya belum pengen coklat sekarang deh Ma, lain
kali aja ya, saya kembalikan ketempatnya ya ”.
Apakah pola asuh dialogis orang tua harus senantiasa
berdialog dengan anak?. Jawabannya tentu tidak. Adalah satu anggapan yang
keliru apabila orang tua menganggap dialogis itu sennatiasa harus berdialog,
pola dialogis terletak pada memberikan pilihan pada anak bukan pada dialognya.
Ada satu contoh perlakukan orang tua dialogis tanpa
berdialog dengan anak. Ada sebuah keluaraga yang mempunyai anak yang sudah
menginjak remaja dan didapatinya sedang menonton televisi yang tidak layak dia
tonton. Kalau pola asuh koeksif maka orang tua akan mengatakan ” matikan TV...,
cepat matikan...!”
Mungkin dengan suara yang keras dan membentak. Namun jika
orang tua yang dialogis, maka ketika dia melihat anak remajanya sedang menonton
TV yang tidak layak dia tonton maka tanpa dialog orang tua menekan tombol off
kemudian menghadap anaknya lalu berkata “ kamu boleh menonton televisi selama
acaranya sesuai dan baik buat kamu”
setelah itu ditinggal si Anak. Maka anak akan berpikir dengan pilihan
orang tuanya dan akan berkata dalam hatinya “ boleh nonton televisi selama
sesuai dan baik bagi kamu, berarti kalau mau nonton televisi pilih acara yang
baik dan sesuai, kalau tidak baik dan sesuai bararti saya tidak boleh nonton
televisi.”. Nak disinilah letak dialogisnya yaitu pada pilihan bukan pada
dialognya.
Kenapa kita harus melakukan pola asuh dan pola didik
dialogis?. Karena pola asuh dialogis sangat sesuai dengan yang di lakukan
Rosulullah SAW, bahkan telah dilakukan Oleh Allah SWT. Coba kita lihat kisah
dalan Al Quran, ketika Iblis enggan sujud pada nabi Adam, Apakah Allah
Mengatakan “ durhaka kamu Iblis...keluar dari Surga!” Tidak kan ? Justru Allah
SWT berdialog dengan Iblis dengan mengatakan “ Iblis apa yang menghalangi kamu
untuk sujud kepada Adam?. Subhanallah sangat dialogis. Padahal kita tau kurang
apa jahatnya iblis, kurang apa membangkangya iblis?. Nah kalau Allah sendiri
sangat dialogis dengan Iblis, kenapa kita tidak dapat dialogis dengan anak-anak
kita dengan murid-murid kita, dengan istri/suami kita ? Berati kita telah
menganggap mereka lebih buruk dari Iblis? Nauzubillah..
Pola asuh koerssive akan memunculkan kesan, aku yang lebih
benar dari kamu, aku ingin kamu melakukan apa yang aku mau dan aku ingin kamu
melakukannya dengan cara saya. Pola permissive memberi kesan terserah kau mau,
sedangkan pola dialogis memberikan kesan, masalahnya apa?, Mari kita selesaikan
bersama, dua hati dan dua kepala lebih baik dari satu hati dan satu kepala.
Sehingga dampak dari pola asuh koerssive adalah akan memunculkan dorongan dari
luar, pola permisif tidak memberikan dorongan dan pola dialogis adalah
memberikan dorongan dari dalam diri anak.
Pola asuh yang harus dilakukan sesuai contoh Rosulullah
adalah 7 tahun pertama, dialogis-permissive yang akan melahirkan anak yang
manja terarah, 7 tahun kedua dialogis-koerssive yang akan melahirkan anak
disiplin dan terdidik, dan 7 tahun ketiga pola dialogis-dialogis yang akan
melahirkan anak yang mandiri dan bertanggungjawab.
Semoga kita dapat mendidik anak-anak kita sesuai dengan
tuntunan Rasulullah SAW, sehingga kelak mereka menjadi anak-anak yang sholeh
dan menjadi generasi robbani, amin ..wallahu ‘alam.
1 komentar:
bagus
Post a Comment